Jakarta – Ada banyak jenis kerawanan pemilu, antara lain adalah pada tahapan penghitungan suara. Karut marut penghitungan suara nyaris terjadi di setiap pelaksanaan Pemilu yang berujung pada sengketa antar peserta pemilu dan sengketa antara peserta dengan penyelenggara pemilu.
Hal ini diungkapkan oleh Karyono Wibowo, Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), yang menilai bahwa masalah penghitungan suara pada Pemilu 2024 ini yang paling ugal-ugalan dalam sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia.
“Jenis dugaan pelanggaran berupa penggelembungan suara pada Pemilu 2024 ini terpublikasi secara terbuka dan menjadi tontonan di berbagai platform media sosial, televisi, surat kabar, dan media online sejak pemungutan suara 14 Februari sampai sekarang.” ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Dugaan kecurangan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara yang paling mencolok, kata Karyono, antara lain persoalan logistik kertas suara yang sudah tercoblos dan penggelembungan suara yang terjadi di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Penggelembungan suara ini mencuat karena dalam tabulasi yang tertera di sistem rekapitulasi suara (SIREKAP) yang dbuat KPU terjadi ketidakcocokan antara data perolehan suara di lembar C hasil berbeda dengan yang ditampilkan di Sirekap.” tegasnya.
KPU sendiri mengakui adanya kesalahan ini. KPU mencatat terdapat kesalahan di 2.325 TPS. Dari total 823.236 TPS, sebanyak 358.775 TPS (43,58%) telah mengunggah hasil suara ke Sirekap. KPU beralasan masalah ini terjadi disebabkan adanya kesalahan konversi data dari formulir C1 ke dalam aplikasi Sirekap.
“Celakanya, masalah dugaan penggelembungan suara ini tidak hanya terjadi di Pilpres tetapi juga terjadi di pemilu legislatif. Seperti halnya yang terjadi di Lampung. Perolehan suara Calon Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) di Kabupaten Tanggamus menggelembung hingga mencapai 800 suara di 1 TPS. Penggelembungan suara ini dapat dilihat dari perbandingan form C1 dan situs website KPU RI, di TPS 02 Desa Banding, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, untuk calon perseorangan anggota DPD RI. Ada tiga calon DPP RI yang mendapatkan suara 800 an. Calon DPD tersebut adalah Bustami Zainudin yang terinput perolehan 808 suara, Dyah Siti Nuraini (842 suara) dan David Kurniawan (888 suara). Perolehan yang ter-publish di Sirekap itu jauh di atas hitung C Hasil di TPS dan melampaui jumlah pengguna hak pilih sebesar 181 pemilih.” bebernya.
Ia mengungkap bahwa dalam lembar C Hasil tercatat Bustami Zainudin hanya mendapatkan 8 suara, David Kurniawan (0 suara), Dyah Siti Nuraini (16 suara).
“Masalah ini serius, sehingga tidak cukup KPU hanya minta maaf. KPU juga tidak cukup hanya melakukan pemantauan tapi harus mengambil langkah tegas, profesional dan transparan demi menegakkan keadilan pemilu.” tuturnya.
Meskipun KPU sudah melakukan monitoring dan menemukan kesalahan, menurutnya tetap tidak ada jaminan pelanggaran dalam penghitungan suara dapat dihentikan.
“Oleh karena itu untuk menyelesaikan karut marut penghitungan suara ini, perlu dilakukan audit forensik termasuk di dalamnya melakukan audit sistem IT KPU.” kata dia.
“Audit forensik merupakan keniscayaan sebagai solusi terbaik dan terpercaya dengan melakukan pemeriksaan dan investigasi yang mendalam pada setiap catatan, transaksi, dan dokumentasi untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat digunakan dalam proses hukum atau peradilan terkait dengan tindakan kecurangan (fraud) pemilu.” pungkasnya.