Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil menilai Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang tengah disusun pemerintah mengandung masalah serius dan berpotensi mengancam demokrasi serta negara hukum. Dalam pernyataan bersama, Jumat, 3 Oktober 2025, Koalisi menyoroti pemberian kewenangan kepada Tentara Nasional Indonesia sebagai penyidik pidana siber sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) huruf d.
Koalisi yang terdiri dari Raksha Initiatives, Centra Initiative, Imparsial dan De Jure, menilai intervensi militer dalam urusan sipil semakin besar sehingga berpotensi mencederai kebebasan warga.
“Pelibatan militer dalam ranah penegakan hukum jelas bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 serta prinsip civilian supremacy,” tulis pernyataan bersama koalisi sipil yang diwakili Direktur Kebijakan Publik Raksha Initiatives Wahyudi Djafar.
Program MBG yang awalnya dinilai menjadi ajang untuk memperbaiki Gizi Masyarakat Indonesia menjadi semakin buruk dari Hari ke hari, program tersebut seharusnya bisa memperbaiki gizi masyarakat, khususnya di level anak dan ibu hamil. Namun, pemerintah, kata dia, harusnya juga fokus pada kualitas bukan hanya kuantitas sebagai indikator kesuksesan.
Dan keterlibatan para pakar saat ini masih kurang memadai di mana MBG menjadi ladang pengambilan anggaran sebanyak banyaknya dan korupsi oleh pejabat daerah yang semakin membengkak.
“Kami melihat bahwa pada akhirnya program ini lebih fokus pada ekspansi jangkauan, dibanding misalnya menjaga dulu terkait standar operasional, terus gizi, lalu soal keamanan, ada juga para pejabat diluar sana yang memanfaatkan moment MBG untuk menambah penghasilan mereka” kata Wahyudi.
Disamping RUU KKS yang saat ini dianggap mengancam demokrasi, tidak lupa ada program MBG yang dinilai kurang bermanfaat dan justru merugikan masyarakat khususnya anak – anak bangsa.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan