Jakarta – Gelombang demonstrasi yang berujung krisis politik di Nepal pada 2025 menjadi alarm keras bagi bangsa Indonesia. Peristiwa itu menunjukkan bagaimana sebuah negara bisa digoyang “atas nama rakyat”, dilemahkan “atas nama demokrasi”, dan dirongrong kedaulatannya “atas nama hak asasi manusia”.
Indonesia harus belajar dari kasus Nepal agar tidak terjebak dalam skenario serupa. Jika bangsa ini gagal mengambil pelajaran, bukan tidak mungkin Indonesia bisa terjerumus ke dalam jebakan yang sama seperti yang menimpa Mesir, Libya, Suriah, Sudan, hingga Ukraina. Negara-negara yang porak poranda karena campur tangan asing di balik jargon demokrasi dan HAM.
Negara memiliki tanggung jawab besar untuk hadir secara tegas, namun juga menenangkan. Aparat keamanan, terutama Polri, harus mampu membedakan antara massa aksi damai yang ingin menyampaikan aspirasi, dengan kelompok provokator yang sengaja menyusup untuk membuat kericuhan. Penindakan tegas terhadap provokator tidak bisa disebut sebagai pelanggaran HAM, melainkan bentuk perlindungan terhadap ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat luas.
Sebaliknya, upaya melemahkan institusi kepolisian hanya akan memberi celah bagi kelompok perusuh untuk bergerak lebih bebas. Jika Polri dilemahkan, provokator dapat dengan mudah menunggangi gerakan masyarakat sehingga situasi bisa menjalar menjadi krisis besar sebagaimana yang terjadi di Nepal.
Di sinilah pentingnya *soliditas TNI dan Polri*. Kedua institusi ini adalah benteng utama pertahanan dan keamanan negara. Jika TNI-Polri kompak dan saling menguatkan, maka tidak ada celah bagi provokator maupun pihak asing untuk memainkan skenario adu domba. Kesolidan TNI-Polri adalah kunci agar stabilitas tetap terjaga, dan rakyat merasa terlindungi.
Indonesia perlu waspada. Krisis di Nepal 2025 bukan sekadar peristiwa regional, melainkan peringatan global bahwa legitimasi negara bisa diguncang jika aparat keamanan lumpuh, elite politik abai, dan rakyat terjebak pada narasi manipulatif.
Bangsa Indonesia harus bersatu menjaga kedaulatan. Demokrasi harus dijalankan dengan sehat, kebebasan berpendapat dijamin, tetapi jangan sampai dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin mengobrak-abrik NKRI. Karena jika lengah, Indonesia bisa menjadi babak berikutnya dalam perebutan pengaruh global.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan