Jakarta – Polemik terkait sepak terjang militer yang saat ini mulai masuk ke dalam ruang-ruang sipil terus memicu reaksi di masyarakat khususnya disuarakan Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Ketuanya Julius Ibrani yang secara tegas menyatakan bahwa secara substansi dan fakta di lapangan Undang-Undang TNI yang ada saat ini jelas menyalahi semangat reformasi.
“Mandat reformasi sektor keamanan sebagaimana termaktub dalam Tap MPR Nomor VII dan Tap MPR Nomor VI Tahun 2000, terkait pengembalian militer ke barak agar menjadi militer profesional masih belum sepenuhnya dilaksanakan.” tegas Julius Ibrani.
Selain itu, pembentukan sistem hukum yang tegas membedakan yurisdiksi sipil dan militer saat ini tidak berjalan. “Sepatutnya kejahatan militer atau kejahatan perang harus tunduk pada hukum militer, sedangkan pelanggaran pidana umum harus tunduk pada hukum sipil,” ungkapnya.
Faktanya pembedaan tersebut tidak berjalan, sehingga militer kita saat ini belum dapat disebut profesional.
Di sisi lain penempatan TNI di ranah sipil terbukti menimbulkan kekacauan, seperti yang terjadi di BNPB dan Basarnas. Bagaimana kemudian muncul tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum militer, namun penanganannya tidak jelas karena diadili di peradilan militer meskipun tindakan pidana yang dilakukan jelas merupakan ranah sipil.
“Evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan peradilan militer sama sekali tidak berjalan, faktor inilah yang kemudian disimpulkan sebagai impunitas TNI.” tutur dia.
Fondasi Undang-Undang TNI jelas perlu diperbaiki, tidak hanya berupa revisi mengenai perpanjangan usia atau penambahan jabatan sipil. Aspek kesejahteraan, pelatihan, alutsista, serta akuntabilitas hukum terutama ketundukan pada hukum sipil ketika melakukan pelanggaran pidana harus menjadi perhatian. Masih banyak pekerjaan rumah, termasuk peran TNI di ranah sipil saat ini.
Terkait berbagai kerancuan, PBHI bersama beberapa elemen Koalisi Masyarakat Sipil lainnua sedang mengajukan uji materi Undang-Undang TNI ke Mahkamah Konstitusi. PBHI menjadi bagian dari tim advokasi. Kami juga melakukan kajian terkait jabatan-jabatan sipil yang diisi anggota TNI serta mengevaluasi kinerja mereka.
“Kami menegaskan bahwa tidak boleh menggunakan mekanisme penempatan institusi. Satu-satunya mekanisme adalah perbantuan dari sipil kepada militer. Di luar itu tidak diperbolehkan.” tegasnya.
Proses uji materi sudah berjalan, Tim PBHI terbagi menjadi tim substansi dan tim sidang. Saat ini sidang telah memasuki tahap pemeriksaan panel awal, mungkin sidang kelima. Setelah tahap materi, akan ada pemeriksaan saksi dan ahli. Prosesnya masih panjang, dan kami justru berharap prosesnya panjang agar perdebatan substansi terbuka ke publik sebagai pembelajaran.

Tinggalkan Balasan