Jakarta – Sejak beberapa kurun waktu yang lalu Indonesia banyak sekali di terpa isu – isu sosial politik yang dapat menggiringkan opini masyarakat untuk selalu berfikir aktif terhadap penomena demokrasi dan status Pemerintahan, sehingga objek kritisisasi yang terus berkembang layaknya hanya berfokus pada satu sisi yaitu kekuasaan di pemerintahan.

Berbagai sinyalemen isu yang terus ngetrend di media sosial terutama dikalangan Gen Z yang secara adaptif terhadap tekhnologi dan culture nya dirasakan akan semakin berpotensi meningkatkan skala tekanan terhadap birokrasi yang hadir saat ini.

Berbagai paham kebebasan yang seharusnya dibatasi ruang lingkup nya terasa sudah tidak ada pintunya lagi untuk keluar dan masuk teratur kedalam konsep pemikiran, sehingga narasi penegakan aturan hukum yang dianggap menjadi penghalang kebebasan dengan sangat mudah untuk di gemboskan dengan azas ketidak adilan yang disuarakan melalui sekelompok massa mengatasnamakan masyarakat dan rakyat.

Peran central media sosial yang dibumbui teknologi canggih semakin mempersulit membedakan kategori mana yang menjadi informasi positif ataupun informasi negatif, sehingga seringkali dianggap suatu hal yang biasa dan mampu mengancam mental dan psikis manusia.

Khususnya di Indonesia penomena perubahan mental dan psikis yang spontan merupakan hal yang baru, target utama perubahan tersebut menyasar kepada kaum Gen Z yang saat ini hidup dan berkembangnya melalui teknologi, sehingga kerentanan akan menjadi resiko besar terhadap aturan yang mengikat. Perubahan tatanan dan culture akan secara otomatis terlupakan, makna dasar dari ideologi negara akan terus terlupakan.

Berbagai perkumpulan, diskusi dan orasi tidak lagi mengandung musyawarah untuk mufakat akan tetapi menjadi pembenaran dari pemikiran massa yang aktif dengan berbagai argumentasi, perlawanan dan militansi seolah olah konsep itu sebagai pola pikir kecerdasan sosial.

Selain itu hadirnya kelompok yang memiliki paham kiri saat ini mulai mendominasi melalui kegiatan-kegiatan yang tertutup, militansi dan ekslusif sudah menjadi penanda dari keberadaan kelompok tersebut bahkan seringkali dalam aksi adanya adegan diluar ekspektasi aktivis umumnya sehingga dapat menggiring terjadinya gesekan-gesekan antar kelompok aktivis.

Haruskah Demokrasi bermakna kebebasan tanpa batas ?

Haruskah Culture/budaya tak perlu lagi hadir sebagai ciri per adaban bangsa ?

Haruskah Perkumpulan, Diskusi dan Orasi bukan lagi berlandaskan Musyawarah untuk Mufakat ?

Koalisi Aktivis Muda Indonesia