JAKARTA – Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina mengapresiasi kesuksesan Polri dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
“Tidak ada kerusuhan dan konflik horizontal,” ujar Gina dalam diskusi bertajuk ‘Pendekatan Keamanan Manusia dalam Pemolisian: Tantangan Polri ke Depan’ di Sadjoe Cafe, Jakarta, Jumat 20 Desember 2024.
Namun di balik kesuksesan itu Polri juga menghadapi sejumlah tantangan yang sebenarnya akan membuat institusi semakin mereformasi diri.
Gina juga menampilkan sejumlah data pantauan PBHI. Polri merupakan institusi terbanyak diadukan dengan jumlah aduan 771 dari 2.753 di Komnas HAM (data 2023).
PBHI juga mencatat Polri menempati posisi tiga sebagai terlapor dengan jumlah aduan 674 dari 8.458 di Ombudsman (data 2023).
Kemudian di era media sosial terkoneksi, Polri juga menghadapi tantangan menghadapi tren kepercayaan masyarakat dan kekecewaan publik.
Terbukti dengan melambungnya tagar #PercumaLaporPolisi, #NoViralNoJustice, dan NoBaper.
“Dari berbagai kasus Polri sebenarnya memperlihatkan upaya untuk memperbaiki diri,” kata Gina.
Direktur Imparsial Ardimanto Adiputra mengatakan semua pihak harus mendukung ekosistem yang menciptakan situasi Kepolisian membenahi internalnya.
Sejauh ini ekosistem itu belum tercipta dengan baik karena fokus malah teralihkan dengan menyasar institusi Polri itu sendiri.
“Saya kira reformasi Kepolisian kita tidak bisa setiap hari mengarahkan corong toa kepada institusi. Dinamika reformasi Kepolisian sangat dipengaruhi oleh dinamika politik yang terjadi saat ini,” ujarnya.
Kepolisian sedang mendapat banyak sorotan dari berbagai sisi, mengingat besarnya tanggung jawab institusi ini, yang secara langsung berkaitan dengan masyarakat.
Lembaga kepolisian setidaknya melekat dua kekuasaan, di bidang hukum, dan bidang pemerintahan.
Kedua kekuasaan itu melahirkan tiga fungsi utama kepolisian, sebagai penegak hukum; pelayan masyarakat termasuk penegakan ketertiban umum; dan pengayom keamanan.
“Kita juga perlu menyampaikan dan menjelaskan konsep human security kepada parlemen, pemerintahan, dan aktor politik sehingga berbagai kebijakan turunan bisa didiskusikan bersama dengan DPR. Apa yang sebetulnya harus dilakukan Kepolisian untuk membenahi internal? Saya rasa ini akan jauh lebih efektif,” ujarnya.
“Kalau ekosistem sudah mendukung pasti sangat bisa dan mudah dilakukan. Kalau tidak, maka banyak hal-hal yang akan jadi catatan,” jelasnya.
Komisioner Kompolnas Gufron Mabruri menegaskan pentingnya Polri selalu mengedepankan paradigma keamanan manusia (human security).
Namun tantangannya adalah perkembangan dinamika keamanan hari ini memunculkan semacam pergeseran ancaman yang semakin kompleks.
Dalam konteks studi dan praktek kebijakan keamanan di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang dihadapi human security tidak hanya konflik bersenjata.
“Tapi juga kejahatan transnasional, terorisme, perubahan iklim, perdagangan manusia, kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka ancaman keamanan terhadap masyarakat makin kompleks, rumit, sumber ancamannya banyak,” ujarnya.
Gufron mengatakan jika kepolisian masih menggunakan paradigma lama, maka pendekatannya salah.
Sebab pendekatan keamanan manusia seharusnya membuat polisi lebih adaptif dan terbuka dalam menghadapi berbagai persoalan di masyarakat.
“Polisi akan kesulitan tanpa men-engage masyarakat,” kata dia.
Kemudian menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Bagaimana Polri dalam konsep human security memberikan dampak yang efektif.
“Ini pentingnya seperti efektivitas Polri dalam menangani kejahatan di tengah masyarakat,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan